Custom Search

Kamis, 08 Mei 2008

= Berantem itu Indah =

Siapa sih loeee???????

Apaan seh loeeeeee????


Berantem....
bertengkar, adalah hal manusiawi yang terjadi dalam hidup kita, dan.. kita perlu menikmati saat-saat bertengkar itu, sebagaimana lebih menikmati lagi saat-saat tidak bertengkar. Bertengkar itu sebenarnya sebuah keadaan diskusi, hanya saja dihantarkan dalam muatan emosi tingkat tinggi.

Kalau tahu etikanya, dalam bertengkar pun kita bisa mereguk nikmat, betapa tidak, justru dalam pertengkaran, setiap kata yang terucap mengandung muatan perasaan yang sangat dalam, yang mencuat dengan desakan energi yang tinggi, pesan pesannya terasa kental, lebih mudah dicerna ketimbang basa basi tanpa emosi.

Ketika saya dan si pencuri [hati saya] -- eh engga koq, dia tidak curi hati saya, malah saya berikan dengan ikhlas dibarter hatinya yg tulus.
Pada awal bertemu dengan pencuri hati saya, setelah saya tanya apakah ia bersedia berbagi masa depan dengan saya, dan jawabannya tepat seperti yang diharap.
Kami mulai membicarakan :
seperti apa suasana rumah tangga ke depan. Salah satu diantaranya adalah tentang apa yang harus dilakukan kala kita bertengkar, dari beberapa perbincangan hingga waktu yang mematangkannya, tibalah kami pada sebuah Memorandum of Understanding, bahwa kalau pun harus bertengkar, maka :

1. Kalau bertengkar tidak boleh rame-rame

Cukup seorang saja yang marah marah, yang terlambat mengirim sinyal nada tinggi harus menunggu sampai yang satu reda. Untuk urusan marah pantang rame-rame, seorang pun sudah cukup membuat rumah jadi meriah. Ketika ia marah dan saya mau menyela, segera ia berkata "STOP" ini giliran saya ! Saya harus diam sambil tersenyum. Sambil menahan senyum saya berkata dalam hati : "kamu makin cantik kalau marah, makin energik ..."
Dan dengan diam itu pun saya merasa telah beramal, telah menjadi jalan bagi tersalurkannya luapan perasaan hati yang dikasihi... "duh kekasih .. bicaralah terus, kalau dengan itu hatimu menjadi lega, maka dipadang kelegaan perasaanmu itu aku menunggu ...."

Demikian juga kalau pas kena giliran saya "yang olah raga otot muka",saya menganggap bahwa distorsi hati, nanah dari jiwa yang tersinggung adalah sampah, ia harus segera dibuang agar tak menebar kuman,
Maka kini giliran dia yang harus bersedia jadi keranjang sampah. Pokoknya khusus untuk marah, memang tidak harus rame-rame, sebab ada sesuatu yang lebih baik untuk dilakukan secara rame-rame selain marah.

2. Marahlah untuk persoalan itu saja, jangan ungkit yang telah terlipat masa
(maksudnya masa lalu kita)


Siapapun kalau diungkit kesalahan masa lalunya, pasti terpojok, sebab masa silam adalah bagian dari sejarah dirinya yang tidak bisa ia ubah. Siapapun tidak akan suka dinilai dengan masa lalunya. Sebab harapan terbentuk mulai hari ini hingga ke depan. Dalam bertengkar pun kita perlu menjaga harapan dan bukan menghancurkannya. Sebab pertengkaran di antara orang yang masih mempunyai harapan, hanyalah sebuah foreplay, sedang pertengkaran dua hati yang patah asa, menghancurkan peradaban cinta yang telah sedemikian mahal dibangunnya.

Kalau saya terlambat datang dan ia marah, maka kemarahan atas keterlambatan itu sekeras apa pun kecamannya, adalah "ungkapan rindu yang keras". Tapi bila itu dikaitkan dengan seluruh keterlambatan saya, minggu lalu, awal bulan kemarin dan dua bulan lalu, maka itu membuat saya terpuruk jatuh.
Bila janjinya tak dipenuhi, dan saya marah, maka sepedas apapun saya kemarahan saya, itu adalah "harapan ingin disayangi lebih tinggi". Tapi kalau itu dihubungkan dengan kesalahannya kemarin dan tiga hari lewat, plus tuduhan "Sudah tidak suka lagi ya dengan saya", maka saya telah menjepitnya dengan hari yang telah pergi, saya menguburnya di masa lalu, ups saya telah membunuhnya, membunuh cintanya.
Padahal kalau cintanya mati, saya juga yang susah ...
OK, marahlah tapi untuk kesalahan semasa, saya tidak hidup di minggu lalu, dan ia pun milik hari ini .....

3. Kalau marah jangan bawa bawa keluarga !

Saya dengan dia terikat baru beberapa waktu, tapi saya dengan ibu dan bapak saya hampir berkali lipat lebih panjang dari itu, demikian juga ia dan ibu bapaknyanya.
Saya tidak akan terpantik marah bila cuma saya yang dimarahi, tapi kalau ibu saya diajak serta, jangan coba coba. Begitupun dia, semenjak saya bersamanya, saya telah belajar mengabaikan siapapun di dunia ini selain dia, karenanya mengapa harus bawa bawa barang lain ke kancah "awal cinta yang panas ini".
Kata ayah saya : "Teman seribu masih kurang, musuh satu terlalu banyak". Memarahi orang yang mencintai saya, lebih mudah dicari maafnya dari pada ngambek pada yang tidak mengenal hati dan diri saya..". Dunia sudah diambang pertempuran, tidak usah ditambah tambah dengan memusuhi calon mertua!


6. Kalau kita saling mencinta, kita harus saling memaafkan

(Hikmah yang ini saya dapat belakangan, ketika baca di koran resensi sebuah film).

Tapi yang jelas memang begitu, selama ada cinta, bertengkar hanyalah "proses belajar untuk mencintai lebih intens" Ternyata ada yang masih setia dengan kita walau telah kita maki-maki.

Ini saja, semoga bermanfa'at,
Dengan berani meminta dan menerima orang lain sebagai pasangan kita
itu berarti kita menyatakan diri untuk bersedia dibatasi".
Selamat tinggal kebebasan tak terbatas yang dipongahkan manusia pintar..

Makassseeee...

Dukungan Sponsor